Soliditas Jama'ah
Ikhwan dan akhwat fillah, untuk sebuah soliditas jamaah, kita memerlukan suatu kondisi, yang sering disebut dengan istiqrar,
ketenangan atau kestabilan. Sudah barang tentu kondisi ini pertama-tama
dituntut dari setiap aktivis dari jamaah ini, dari setiap kader, dari
ikhwan atau akhwat yang mempunyai komitmen dengan gerakan dakwah ini.
Istiqrar Nafsi
Pertama, setiap kader harus selalu memperhatikan istiqrarun nafsi,
ketenangan dan stabilitas jiwanya. Jangan sampai akibat kesibukan yang
demikian banyak, tantangan yang demikian berat, tuntutan akan
pengorbanan yang melampaui batas-batas kemampuan membuat jiwa kita
menjadi kacau, an-nufus al-murtabikah, yang kacau terguncang, yang akhirnya seperti yang sering disindir oleh Sayyid Quthub, sebagai an-nufus al-mahzumah,
jiwa yang kalah lebih dulu sebelum terjun ke medan pertempuran. Oleh
karena itu setiap kader, ikhwan dan akhwat harus memperhatikan, harus
memberikan inayah yang cukup terhadap istiqrarun nafsi, ketenangan jiwanya.
Ketenangan jiwa hanya bisa diraih melalui upaya mengarahkan hati kita selalu berhubungan dengan Allah Taala, al-muta’alliqah billah. Hanya dengan itulah itmi’nanun nafsi, ketenangan jiwa bisa ditumbuhkan, bisa dipelihara dan bisa dikembangkan.
Ikhwan dan akhwat fillah, kita sebagai duat dan da’iyat ilallah harus menjadi orang yang paling sanggup memelihara hatinya dalam kondisi al-qulub al-muthmainnah. Dari sanalah akan tumbuh tsiqah, watsiqun billah, watsiqun binashrillah,
yakin betul kepada Allah, yakin betul akan adanya kemenangan yang
dianugerahkan oleh Allah. Tanpa itu dengan tantangan dan tugas berat ini
kita akan gelisah. Oleh karena itu hati kita harus selalu dihubungkan
dengan kekuatan Maha Besar, yaitu Allah Taala. Yang bukan saja
menggerakkan alam semesta, tapi Dialah Pencipta alam semesta. Dialah
yang mengarahkan ke mana bergeraknya alam semesta, tarmasuk fenomena
dengan aneka ragam kelompok dan ideologinya, aneka ragam programnya,
seluruhnya digerakkan oleh Allah dan akan mencapai target-target yang
sudah dibatasi oleh iradatillah dan masyiatillah.
Menghadapi akan hal ini tidak akan pernah bisa merasa gentar melihat
kekuatan apa yang disebut partai besar, karena Allahlah Yang Maha Besar.
Kita tidak pernah merasa minder melihat partai yang kaya raya, karena
Allah yang Maha kaya dan Maha Mulia. Yakin, mungkin apa yang kita miliki
sekarang sedikit, tapi yang dijanjikan Allah dalam rangka
pertolongan-Nya adalah Maha Besar. Maa indakum yanfadu wa maa indallaahi baaqin, apa-apa yang disediakan oleh Allah untuk para mujahidin, para duat ilallah la yanfad, baaqin laa yanfad.
Qanaah inilah yang harus kita
miliki. Tanpa qanaah kita akan ngeri melihat kekayaan yang dimiliki
partai-partai besar yang demikian banyak seolah-olah di mata kita akan
berlomba dengan kekuatan seperti itu. Tetapi kalau kita yakin bahwa yang
memerintahkan kita berlomba adalah Allah Taala dalam rangka al-khairat, fastabiqul khairat, kita insya Allah tidak akan ragu untuk start dan berjalan dengan manhaj Allah dan mencapai finish, mardhatillah. Allahu Akbar! Allah Akbar!
Jiwa yang semacam itulah yang harus
dimiliki oleh para duat sehingga apapun yang kita hadapi kalkulasinya
bukan kalkulasi bumi, tapi kalkulasi samawi, di mana seluruh fenomena
universal ini tidak ada yang terlepas dari tadbir rabbani. Sekali-kali hanya qulub muthmainnah sajalah yang akan betul-betul watsiqun billah wa watsiqun binashrillah.
Ikhwan dan akhwat fillah,
alhamdulillah, selama ini jamaah selalu memahami kita, menjaga kita,
memelihara kita, memberi inayah kepada kita agar hati kita terpelihara,
jangan sampai menjadi nufus murtabikah, jangan menjadi jiwa
yang guncang, jiwa yang kalut dalam menghadapi tantangan. Dan bahkan
Allah Taala telah mengarahkan kepada kita bagaimana agar istiqrarun nafsi
itu bisa dipelihara, maka kemudian Allah mewajibkan dan menyunahkan
akan adanya sunnah berumah tangga dan berkeluarga. Karena berkeluarga
adalah salah satu jenjang, salah satu sarana, salah satu wadah untuk
memelihara nufus mustaqirrah.
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Q.S. Ar-Ruum: 21)
Istiqrar ‘Aili
Oleh karena itu istiqrarun nafsi itu harus dilanjutkan dengan upaya mewujudkan yang kedua, yaitu: istiqrarun ‘aili,
ketenangan dan kestabilan keluarga para dai dan daiyat. Saya menyadari,
sesadar-sadarnya bahwa keluarga duat dan daiyah tidak seperti keluarga
kebanyakan manusia. Dari mulai munthalaqnya, pangkal bertolaknya mereka
berumah tangga, dimana rumah tangga itu dibangun dengan mahabbah fillah. Apa lagi sama-sama dibangun melalui wihdatul aqidah, wihdatul fikrah dan wihdatul minhaj. Bahkan selalu seiring bergandengan tangan dalam perjalanan dakwah dengan segala pengorbanannya, maka ikatan mahabbah fillah yang didasari wihdatul aqidah, wihdatul fikrah dan wihdatul manhaj
itu diikat pula oleh ikatan romantisme dakwah. Ikatan romantika dakwah
yang mengikat rumah tangga kita. Allahu akbar walillahil hamd.
Oleh karena itu saya pesankan, setelah kita selalu memelihara istiqrarun nafsi, kita pun harus betul-betul memelihara istiqrar ‘aili kita, stabilitas dan ketenangan rumah tangga kita. Saya sering mengatakan bahwa rumah tangga dai adalah rumah tangga qa’idah da’wiyah, homebase bagi dakwah itu. Dan komandan markasnya adalah istri kita. Sudah barang tentu para junudullah membutuhkan ri’ayah
dari komandan agar kegairahan berdakwahnya tetap bergelora, agar
semangat dakwahnya tetap menggebu, agar daya juangnya tetap berkobar.
Oleh karena itu mu’asyarah bil ma’ruf, mu’asyarah zaujiyah bil ma’ruf adalah merupakan sendi-sendi yang harus diperhatikan dalam memelihara istiqrar ‘aili, kestabilan keluarga dai.
Sekali lagi kepada ikhwan dan kepada akhwat, kepada keduanya, saya pesankan untuk betul-betul menjaga memelihara al-istiqrar al-‘aili, sebab jika ‘ailat du’at dan da’iyah ghairu mustaqirrah,
tidak tenang, tidak stabil, sudah barang tentu cukup merepotkan jamaah,
cukup menghambat gerak langkah jamaah ini. Karena dia merupakan labinatun min labinaatul jamaah, salah satu batu bata dari struktur jamaah ini. Setelah binaul fard adalah binaul usrah, apakah itu usrah harakiyah apakah usrah yang bersifat fithriyah, kauniyah dan nasabiyah seterusnya harus dipelihara. Tanpa itu kaki kita akan tersandung-sandung, jalan kita akan terseok-seok. Sekarang ini setelah istiqrarun nafsi, istiqrarun ‘aili
itu harus benar-benar dipelihara bersama oleh seluruh komponen
keluarga. Pelihara hubungan dengan istri, dengan suami, dengan anak
dengan mertua dengan orang tua, dengan siapa pun yang terkait dengan
keluarga kita, karena seluruhnya adalah merupakan ra’sul mal, modal utama bagi dakwah ini.
Istiqrar Ijtima’i
Ikhwan dan akhwat fillah, yang ketiga adalah istiqrar ijtima’i, stabilitas sosial kita dalam berkomunikasi dengan tetangga, dengan masyarakat lingkungan. Kita harus husnul jiran, baik jari dzil qurba, apakah tetangga yang memang kerabat atau jari dzil junub,
atau tetangga yang jauh, apakah jauh lokasi rumahnya, mungkin terselang
beberapa rumah, tapi masih bagian dari lingkungan kehidupan kita atau
dekat tapi jauh dari nasabnya. Seluruhnya harus kita pelihara. Kalau
kita bisa memelihara istiqrar ijtima’i, insya Allah lingkungan kita akan menjadi al-qaidah al-ijtima’iyah
bagi dakwah kita. Apalagi lingkungan-lingkungan kita sekarang sesuai
dengan perjalanan dakwah, sudah merupakan akumulatif dari kumpulan
keluarga-keluarga ikhwan dan akhwat yang berhimpun di suatu daerah,
suatu area atau bahkan sengaja membuat kampung atau komplek sendiri.
Sudah barang tentu harus memperlihatkan keteladanannya dalam al-istiqrar al-ijtima’i, harus memancarkan qudwah, keteladanan mujtama’ mustaqir,
masyarakat yang tenang dan tenteram. Karena masyarakat yang tenang dan
tenteram sajalah yang akan memberikan kontribusinya, akan memberikan
sumbangsihnya bagi lingkungan-lingkungan yang lebih luas, umat, bangsa
dan negara.
Istiqrar Tanzhimi
Ikhwan dan akhwat fillah, dengan modal istiqrar nafsi, istiqrar ‘aili dan istiqrar ijtima’i itu, insya Allah secara struktural kita pun akan tenang, tanzhim kita akan tenang, tidak banyak PR, tidak banyak urusan internal, tidak mendengar sindiran sebagai jamaah qadhaya, karena yang selalu dibahas qadhaya dan qadhaya.
Dan ini tadzkirah, saya kira fenomenanya sedikit, tapi bagi jamaah
dakwah cukup mengusik, mengusik hati, mengusik pikiran. Potensi qiyadah
dan qa’idah dan junud terkuras oleh hal-hal yang begitu. Oleh karena itu
dengan modal istiqrar nafsi, istiqrar ‘aili dan istiqrar ijtima’i, insya Allah akan mencapai yang keempat: yaitu istiqrar tanzhimi. Tanzhim kita insya Allah akan menjadi tanzhim mustaqir, menjadi struktur yang stabil, yang tenang, tidak direpotkan oleh isu, oleh gosip, oleh kasak kusuk, oleh friksi-friksi yang na’udzubillah jika dibiarkan akan menjadi fraksi-fraksi.
Istiqrar Da'wi
Ikhwan dan akhwat fillah, jika istiqrar tanzhimi
tadi bisa terwujud, maka insya Allah terjadilah istiqrar da'wi, dakwah
kita stabil, jalan terus. Guncangan apapun tidak akan membuat kita
terguling, jebakan apapun tidak akan membuat kita terperosok, situasi
apapun tidak membuat kita terkecoh.
Taujih Ust. Hilmi Aminuddin
Sumber: http://www.al-intima.com/taujih-ust-hilmi-aminuddin/552-soliditas-jama-ah
Taujih Ust. Hilmi Aminuddin
Sumber: http://www.al-intima.com/taujih-ust-hilmi-aminuddin/552-soliditas-jama-ah
Post a Comment