Kultwit: Kesetaraan Gender
Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) yang
sudah mulai dibahas secara terbuka di DPR menuai kontroversi. Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) bahkan menyebut aturan tersebut adalah produk liberal, atau ketepatan tiap tanggal 21 April, bangsa Indonesia selalu merayakan Hari Kartini yang katanya adalah pejuang kesetaraan gender?.
Bagaimana Islam menyikapi Gender? berikut kami sampaikan kultwit mengenai gender menurut Islam:
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Selamat berakhir
pekan dengan keluarga. Semoga Allah swt berikan kebahagiaan untuk kita semua.
Amin..
Konsep Islam
adalah konsep yang paling tepat terkait dengan kesetaraan gender, karena ia
bersumber langsung dari-Nya.
Ada beberapa
prinsip dasar yang perlu untuk diketahui dan dipahami dengan benar terkait
dengan hubungan gender dalam Islam:
Pertama, posisi
laki-laki dan perempuan dalam ajaran Islam sesungguhnya adalah sederajat.
Islam mengajarkan bahwa selama laki-laki atau perempuan
memiliki 2 hal, maka mereka akan mendapatkan balasan dari Allah. Balasan dari Allah berupa hayatan thayyibah, kehidupan yang baik dan mendapat berkah-Nya. Kedua
hal tersebut adalah Iman dan Amal Shaleh
Hal
ini sebagaimana yang Allah nyatakan dalam QS 16 : 97
"Barangsiapa mengerjakan
kebajikan baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti
akan Kami berikan kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. 16: 97)
Bahkan dalam QS 33 : 35, Allah menggambarkan kesetaraan
hubungan laki-laki dan perempuan dalam konteks yang lebih luas. "Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki
dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya. Laki-laki
dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan
perempuan yang khusyu. Laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang pelihara kehormatannya. Laki-laki
dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah sediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS.33: 35)
Intinya, baik laki-laki maupun perempuan, selama mereka
taat dan tunduk terhadap aturan Allah SWT dan berusaha mengamalkan ajaran Islam
dengan baik dan benar, maka mereka akan dapatkan ampunan dan pahala yang besar.
Perbedaan yang mungkin terjadi adalah pada kualitas iman dan amal soleh yang dilakukan.
Jika perempuan memiliki kualitas iman dan amal soleh yang lebih baik dari laki-laki,
maka tentu reward-nya akan lebih besar. Demikian
pula sebaliknya. Jika kualitas iman dan amal shaleh yang dilakukan laki-laki
lebih baik, maka balasannya pun lebih baik. Karena itu, jenis kelamin tidak otomatis membuat posisi seseorang
lebih baik dari yang lain. Tapi kualitas iman dan amal soleh-lah yang menentukan
apakah seseorang lebih baik dalam pandangan-Nya atau lebih buruk.
Kedua, dalam kehidupan sosial, Islam pun
ajarkan persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan. Yaitu keduanya dapat
memiliki peran dan dapat berkiprah secara bersama-sama dalam membangun tatanan
kehidupan masyarakat yang adil. Juga
ciptakan kehidupan yang tenteram dan senantiasa mendapat rahmat dan kasih
sayang dari Allah SWT. Bahkan pada QS 9:71, kerjasama dan sinergi antara mukmin
laki-laki dan mukmin perempuan merupakan prasyarat mutlak bagi terwujudnya tali
ukhuwah dan persaudaraan.
Kekuatan ukhuwah ini merupakan hal yang sangat fundamental
dan mempengaruhi keberhasilan pembangunan sosial masyarakat. "Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,
sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, Mereka menyuruh
berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat,
tunaikan zakat, dan taat pada Allah dan rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh
Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana." (9 : 71)
Ayat ini pun isyaratkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki
peran dan peluang yang sama besar dalam upaya menggali dan mengoptimalkan
potensi umat dan bangsa. Keduanya harus saling bekerjasama dalam membangun
kekuatan umat di seluruh bidang kehidupan. Seperti membangun kekuatan politik dan
ekonomi, agar bangsa ini tidak mudah didikte dan dikendalikan oleh kekuatan
asing yang merusak. Potensi zakat misalnya, yang capai Rp 217 triliun, tidak
akan pernah terealisasi jika tidak didukung oleh kedua belah pihak. Sebaliknya, kerjasama antara laki-laki dan
perempuan yang memiliki karakter kepribadian orang-orang munafik bisa menjadi
penyebab hancurnya tatanan sosial kemasyarakatan, sebagaimana yang dinyatakan dalam
QS 9: 67: "Orang-orang munafik laki-laki
dan perempuan, satu dengan yang lain adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang mungkar
dan cegah perbuatan yang makruf. Dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir).
mereka telah melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka pula. Sesungguhnya orang-orang
munafik itulah orang-orang yang fasik." (QS 9: 67).
Kerusakan ini tidak bisa diciptakan oleh salah satu pihak,
apakah oleh perempuan saja ataupun oleh laki-laki saja, jika tanpa diiringi
kerjasama yang kuat diantara keduanya. Ini menunjukkan bahwa hubungan laki-laki
dan perempuan adalah hubungan yang saling melengkapi, yang bisa memberi dampak
positif dan negatif, bergantung atas dasar apa hubungan tersebut dibangun. Jika
hubungan tersebut dibangun atas dasar keimanan, maka akan melahirkan kebaikan dan
kemaslahatan. Sebaliknya, jika
dibangun atas dasar kemunafikan dan penentangan terhadap aturan Allah, maka
pasti akan lahirkan kerusakan dan kemaksiatan. Oleh karena itu,
Ketiga, Islam mengibaratkan hubungan laki-laki
dan perempuan sebagai “pakaian” yang saling menutupi dan menjaga. Sebagaimana
yang terdapat dalam QS 2 : 187, yaitu "Hunna
libaasul lakum wa antum libaasul lahunna" "Mereka (perempuan) adalah pakaian bagi kalian (laki-laki), dan kalian adalah
pakaian bagi mereka." (2: 187)
Sebuah analogi yang sangat indah dan luar biasa.
Dengan prinsip ini, kalaupun ada perbedaan, maka itu lebih
kepada perbedaan fungsi, dan bukan diskriminasi. Jika perempuan dan laki-laki tidak
melaksanakan fungsi dan perannya dengan baik, maka kehidupan pasti tidak akan berjalan
dengan baik. Misalnya, ikhtiar seorang ayah dalam mencari nafkah bagi
keluarganya, sama besar pahalanya dengan ikhtiar seorang ibu yang mendidik
anaknya di rumah, sehingga menjadi generasi yang tangguh. Bahkan dalam QS 31:14, manusia diperintahkan untuk bersyukur kepada Allah dan kepada orangtuanya
yang telah mendidiknya terutama sang ibu yang telah mengandungnya dalam keadaan
lemah dan telah menyapihnya selama 2 tahun. Jika seandainya tidak ada sinergi
antara sang ayah dan sang ibu, dipastikan rumah tangga tersebut akan kacau dan
berantakan. Seorang istri boleh saja bekerja, asalkan mendapat izin dari suami,
dan tidak mengganggu fungsinya dalam mendidik anak-anaknya.
Demikian indahnya
Islam mengatur hubungan serta peran laki-laki dan perempuan. Karena itu, upaya
sebagian pihak untuk “mengaburkan” dan “mendiskreditkan” konsep Islam tentang
hubungan gender ini merupakan langkah mundur yang hanya akan memperunyam
suasana kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian kultwit
tentang Islam dan Hubungan gender. Semoga mencerahkan dan bermanfaat bagi kita semua.
Wallahu a’lam.
Didin Hafidhuddin
@hafidhuddin
Ketua Umum BAZNAS, Guru Besar IPB, Direktur Pascasarjana UIKA Bogor, Dewan Syariah Nasional MUI, dan Sekjen World Zakat Forum.
Bogor, Indonesia
mantapz .... ini baru pencerahan ....
ReplyDelete