Mengapa Harus Menikah dengan Akhwat? (1)
"Sudah aku bilang berkali-kali, jangan pergi-pergi ketika aku tidak ada di rumah," katanya dengan nada marah membuat orang di sebelahnya ikut mendengar jelas, "aku peringatkan lagi ya!"
Cukup lama orang yang tadinya satu pesawat denganku itu menelepon istrinya. Kepergiannya ke luar pulau ternyata "dimanfaatkan" oleh istrinya untuk pergi jalan-jalan.
Bukan hanya lelaki itu yang kepergiannya dibayang-bayangi kekhawatiran dan ketidaktenangan. Ada sekian banyak -ratusan ribu sampai jutaan- suami yang galau ketika meninggalkan rumah karena istrinya. Entah karena ia tidak terlalu percaya kepada istrinya atau istrinya yang tidak pantas dipercaya, atau karena kedua-duanya sekaligus. Entah karena ia meragukan kesetiaan istrinya atau istrinya memang terbukti tidak setia, atau karena keduanya sekaligus.
Ada banyak kasus yang bahkan lebih parah, terjadi di masyarakat. Kita mungkin sering mendapati kasus-kasus itu diberitakan di media massa. Beberapa bulan yang lalu misalnya, seorang istri memasukkan laki-laki lain ke rumahnya di tengah malam saat suaminya masuk kerja shift tiga. Suaminya yang saat itu pulang mendadak marah karena ada lelaki tanpa baju terbirit-birit keluar dari rumahnya. Kejadian yang terjadi di sebuah daerah di Jawa Timur itu menjadi terkenal karena para tetangga mendemo memprotes wanita itu.
Bulan berikutnya juga ada kejadian mirip di daerah lain. Bedanya, wanita yang berselingkuh ditinggal kerja suaminya ke luar kota.
Betapa runyamnya hidup seperti itu. Ketika istri tidak setia. Ketika istri tidak menenangkan. Kalaupun tidak sampai pada level selingkuh separah dua kasus terakhir di atas, istri yang tidak setia 100% akan cukup menguras emosi suami. Ketidaktenangan saat berada di luar rumah, terlebih saat bekerja, tentu sangat mengganggu kesuksesan suami. Ibadah terpengaruhi tidak tenang, shalat tidak khusyu', dan seterusnya.
Akhwat, adalah wanita istimewa. Insya Allah tidak berlebihan jika saya menyebutkan demikian. Celupan tarbiyah Islamiyah membentuknya menjadi pribadi muslimah yang menjadikan iman sebagai orientasinya. Jadilah kesetiaan kepada Allah dan rasul-Nya sebagai prinsip hidupnya. Dengan demikian, kesetiaan kepada suami, kesetiaan pada ikatan pernikahan adalah harga mati yang terus dijaga sebagai wujud kesetiaan kepada Allah dan rasul-Nya. Suami di rumah maupun pergi, bersamanya maupun keluar kota, travelling atau bekerja, istri tetap setia; menjaga kepercayaan suaminya, menjaga kehormatan diri, rumah dan keluarganya.
Menikah dengan akhwat, dengan demikian merupakan langkah membangun keluarga yang tenang; sakinah. Suami tenang ketika di rumah, tenang pula ketika keluar rumah. Suami 100% percaya kepada istri, istri 100% menjaga kepercayaan itu. Suami tidak terganggu dengan prasangka terhadap istri, sehingga emosinya stabil dan terjaga. Ia pun bisa lebih khusyu' dalam beribadah, fokus dalam bekerja, concern dalam meniti karir dan serius dalam berdakwah.
"Maukah kutunjukkan kepadamu sebaik-baik milik lelaki?," sabda Rasulullah suatu ketika kepada Umar bin Khatab, "yaitu istri salihah yang jika dipandang suaminya ia menyenangkan, jika diperintah ia mentaati, dan jika ditinggal pergi ia menjaga diri."
Karakter wanita shalihah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud di atas insya Allah ada dalam diri akhwat. Karena itulah mengapa kita perlu -bahkan harus- menikah dengan akhwat. Bagaimana pendapat antum? [Muchlisin]
sumber disini
Apa sih artinya akhwat...? Bukankah akhwat itu berarti saudara perempuan...? Atau dalam arti kata wanita...?
ReplyDeleteKenapa sih membedakan kata akhwat dengan wanita biasa...?
Kalo dari cerita yang termaktub dalam web itu, pada kasus orang yang menelepon..., itu gak berarti seluruhnya salah sang istri kan..?
Bisa aja dari sang suami yang tidak mampu mendidik dan mengkondisikan keadaan rumah dan penghuninya..., sehingga tidak ada kepercayaan antar penghuni.
Tapi most of all, dari kasus itu bukan berarti salah menikah, karena jodoh dari Allah saat itu yang dikirim adalah istri yang sedang ditelepon itu. Coba deh instropeksi, adakah telah terbangun komunikasi yang benar...?
Jangan hanya suami yang harus didengar, contoh Umar bin Khattab yang ktika dinasehati sama istri beliau masih mau mendengar....
Selain itu, jika harus melulu dengan wanita yang telah terbina (kalau itu makna akhwat versi PKS), kapan atuh mo membuat perbaikan dengan menikahi wanita biasa dan mendidik serta menjadikannya akhwat (sekali lagi wanita versi PKS) serta membangun keluarga samara..., bukankah sebaik2nya manusia adalah manusia yang bermanfaat utk orang lain...?
Afwan ane mohon ijin tag ya
ReplyDeletesaya juga dulu berfikir sama dgn saudara edi tetapi setelah sharing dengan tman saya, didalam Al-Qur'an sendiri menyatakn 'lelaki yang baik diperuntukkan kepd wanita yang baik' begitu pula sebaliknya, islam sebenarnya juga telah mengajarkan dan mengarahkan bagaimana kriteria calon istri yg sebaiknya kita pilih,,ini adalah sunatullah yg telah Allah tetapkan, sehingga perbaikilah diri kita untuk mendapatkan wanita yg terbaik, tetapi jika menikah dengan kita sebutlah wanita yg tidak terlalu menjalankan islam dengan baik dan kita muliakan dan jadikan menjadi wanita sholeha wah sungguh itu merupakan amalan yg mulia
ReplyDeletesebaiknya kata akhwat diganti dengan "Wanita Sholehah",,,
ReplyDeletekrn kata akhwat itu umum utk semua wanita,,,
Rasulullah tdk menganjurkan kita para lelaki utk menikah dg akhwat, tetapi dg wanita yg sholehah,,,
mgkin hanya penulis yg menganjurkan demikian, bkn Rasulullah,,,
akhwat belum tentu sholehah tho,,,??
maaf, Eka Kurniawan sudah pernah menikah?
ReplyDeleteAnda pasti akan atau sudah mengerti maksud wanita antara yang sudah terdidik ilmu akhlak-nya dengan wanita belum terdidik, yang berperan menjadi istri Anda.
Maksud akhwat di artikel ini, ialah wanita yang menjaga kesuciannya dengan baik, baik itu sebelum menikah maupun setelah berumah tangga.
Seorang pria, apabila mengetahui calon istrinya adalah seorang wanita yang mencintai Allah SWT dan menjaga akhlak nya dengan baik, InsyaAllah ke depannya untuk di jadikan istri akan lebih mudah membimbing nya.
Namun apabila wanita yang akan dijadikan calon istri tidak mencintai dan mentaati syariat dari Allah SWT dengan baik, maka dasar itu yang akan jadi titik berat beban bagi sang suami untuk membimbing istri di rumah tangga nanti.
Saudara Eka pasti akan paham makna dari artikel ini, apabila telah memiliki dan membimbing istri dengan sebaik-baiknya menuju jalan yang benar sesuai syariat Islam.
Maksud penggunaan kata Akhwat dalam artikel diatas adalah muslimah yang tertarbiyah Islamiyah sehingga ia tidak saja menjadi wanita shalihah tetapi juga muslihah. Baik secara pribadi sekaligus terlibat dalam dakwah untuk memperbaiki orang lain. Maka akhwat yang dimaksud adalah mereka yang tersibghah dengan tarbiyah Islamiyah hingga mencapai muwashafat; tumbuh menjadi pribadi yang memiliki kepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah) sekaligus kepribadian dai (syakhsiyah Da'iyah).
ReplyDeleteTentu saja maksud dengan “harus” itu*bukan wajib dalam terminologi Hukum Taklifi bahasan Fiqih. Bukankah menikah dengan akhwat tertarbiyah itu tidak termasuk syarat atau rukun Nikah? Dan yang saya tuju untuk renungan ini adalah para ikhwan. Mengapa harus menikah dengan akhwat? Seri tulisan ini mencoba untuk saling berbagi dan -kalau boleh- merekomendasikan kepada para ikhwan agar memilih akhwat.
tu kang eka, sang Admin menjawab jangan marah dulu lah...,
ReplyDeletetu kang eka, sang Admin menjawab jangan marah dulu lah...,
ReplyDeleteAna setuju akhwat. Kalo wanita solehah bingung mencarinya. Tapi akhwat pks pasti wanita solehah
ReplyDelete