Khalifah Umar dan Mahar
Ilustrasi (inet) |
Muslimah pemberani itu pun kemudian mengutip ayat Allah, “Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu Telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?” (QS: an-Nisa’ [4]:20)
Khalifah Umar menyadari kekhilafannya, kemudian dengan tanpa merasa malu, ia membenarkan ucapan wanita itu dan mengakui kesalahannya. “Wanita ini benar dan Umar salah,” ucapnya di depan banyak orang.
Banyak pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini. Setidaknya ada tiga. Pertama, betapa Islam mengakomodasi peran perempuan. Mereka punya kesetaraan untuk mengungkapkan pendapat. Kedua, sebagai khalifah, Umar telah mencontohkan sikap legawa pemimpin dalam menerima kritikan dari rakyatnya. Umar jujur mengakui kebenaran ucapan perempuan itu meski di depan orang banyak, tanpa merasa gengsi. Ketiga, sebagai rakyat, perempuan itu merasa punya tanggungjawab meluruskan ketika pemimpinnya bersikap keliru. Dan inilah dakwah yang paling berat, menegur penguasa yang salah.
Rasulullah SAW pernah bersabda “Jihad yang utama adalah perkataan yang benar di hadapan penguasa zhalim.” (At-Tirmidzi dan Al-Hakim)
E Hamdani
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/06/21105/khalifah-umar-dan-mahar/#ixzz1y6tmCvjO
Post a Comment