Header Ads

Panggil Aku Yudi


Petang itu saat bersantai di ruang tamu, tetiba ada 'seseorang' yang hadir. Sosoknya yang asing dengan masker di muka membuat kami ragu untuk menghampiri sosok misterius itu. Seorang ibu-ibu, batin saya melihat sosok yang sudah berdiri tegak di depan pagar rumah dengan suara lembutnya plus serak-serak basah.
"Assalamualaiykum..., maaf mau numpang tanya rumah Pak S di mana ya?"
Sontak kami yang lagi bercengkrama terhenyak dengan tanyanya yang mendadak membuat kami terpaksa harus melangkah keluar rumah. Saya yang masih enggan beranjak, hanya melihat sosoknya dari balik kaca.
Pak lek yang menemuinya jelas saja tak mengerti karena ia pemudik yang dalam waktu singkat singgah di rumah.
Sang sosok misterius masih melanjutkan tanyanya, kali ini lebih detail tentang sosok 'most wanted' yang sedang ia cari.
Gemas dengan jawaban Pak lek, saya pun bergegas dan beranjak menemui sosok misterius itu. Baru saja saya hendak memberikan penjelasan tentang seseorang yang ia cari, mendadak ia menyapa saya dengan 'renyah' sambil membuka masker yang sedari tadi sukses menutup wajah tampannya. Eh, ternyata dia seorang laki-laki. Bukan ibu-ibu seperti dugaan saya di awal tadi.
"Mbak Novi, ya? Saya Yudi, Mbak? Masih ingatke dengan saya Mbak?" *dengan logat khas Melayu.
Sontak, saya melongo mencoba untuk membuka file memory saya tentang sosok Yudi yang ia maksud.
"Yudi?". Pekik saya singkat, sambil terus mencoba mengingat-ingat.
"Iya Yudi Mbak, ini Yudi, bukankah kita pernah berkawan?" Cerocosnya tanpa jeda sambil mencoba meyakinkan saya akan sebuah ingatan tentangnya yang sudah mulai pudar.
"Subhanallah....Yudi? Yudi si penari....si penari ular itu?" Serasa ada kelegaan luar biasa saat kemudian bisa teringat akan sosok Yudi yang dia maksud.
"Ya Allah Yudi, gimana kabar? Ayo masuk dulu Yud, kita ngobrol di dalam saja ya?" Ajak saya untuk memecah kebekuan yang sejenak tercipta di awal perjumpaan kami tadi.
Flash Back....
Sore itu, kami bertujuh sedang disibukkan dengan latihan persiapan untuk 'perfomance' di sebuah acara bergengsi zaman itu. Panggung Mustika TVRI, siapa yang tak gandrung dengan acara yang selalu ditunggu-tunggu di setiap pekannya oleh masyarakat se-Endonesiah Raya, terutama anak-anak seusia saya. Hehehee....
Yudi, saya mengenal sosoknya karena ia adalah salah satu dari tujuh orang yang akan tampil itu. Kami bertujuh adalah tim kala itu. Awalnya kami berenam, tetapi kemudian Yudi masuk dalam tim kami. Bukan tanpa sebab, pembina sanggar kami waktu itu memasukkan Yudi karena ia punya 'poin plus' tentu saja. Kemahirannya kayang dan gemulai tubuhnya saat nge-dance membuat tim kami tampak lebih berwarna. Tapi, yang menjadi tanda tanya besar dalam benak kami masing-masing adalah 'dia' laki-laki. Hampir semua anggota tim keberatan dengan masuknya Yudi dalam tim, mereka kasak-kusuk di belakang pembina kami untuk melakukan aksi boikot.
Saat itu, saya yang paling tua di antara mereka (seingat saya demikian) mencoba untuk menggajak dialog teman-teman, termasuk Yudi. Bahkan meski mereka kerap hadir berlatih, Yudi masih menjadi sosok aneh yang seringkali diabaikan oleh teman-teman, hanya saya yang mencoba untuk mengajaknya bicara.
Sampai suatu hari, pertanyaan dari seorang kawan sukses membuat butiran bening dari mata redupnya mengalir deras membasahi pipi tirusnya.
Ya, Yudi menangis, ia bersembunyi di balik tembok kokoh sebuah bangunan TK dekat toilet.
"Pak, pak, nanti pas tampil Yudi pake kostum apa? Tetap jadi laki-laki atau perempuan?", Tanya salah seorang di antara kita dengan lugunya.
"Ya jadi perempuanlah. Nanti Yudi pake rok." Jelas pembina saya yang bernama Pak S itu disertai dengan tawa.
"Pake rok? Yudi pake rok? Hahahhahaa....Yudi pake rok rek!" Pekiknya dengan nada mengejek tetapi sukses membuat semua tertawa, lebih tepatnya menertawakan Yudi yang ku tahu tak bergeming saat itu. Ada kesedihan di bola matanya yang sendu.
Dan, sejak saat itu kami dekat. Entahlah, saat Yudi berlari menjauh dan memilih untuk menyembunyikan laranya, kaki saya juga seolah turut mengikuti dan ingin mengajaknya berbagi kesedihan yang ia rasakan.
Saat itulah saya mencoba belajar mengerti dan memahami posisinya. Menjadi penari ular memang bukan pilihan sadarnya, karena latar belakang keluarga yang 'broken home', kedua orang tuanya divorce, ia 'terpaksa' (lebih tepatnya, maaf dipaksa) oleh keadaan untuk mencari nafkah dengan cara demikian. Hanya itu ketrampilan yang dia punya saat itu, seorang remaja usia kelas 1 SMP yang sedang berproses pencarian jati diri, kemudian krisis identitas atas eksploitasi dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
Cantik, bulu matanya 'malik', jari-jemarinya yang lentik, serta gerakan tariannya yang lemah gemulai saat musik dimainkan tak ada yang mengira bahwa ia adalah seorang pria. Laki-laki tulen. Oalah... Yudi, Yudi.
Hingga petang itu, memory itu kembali terkuak. Yudi yang ada di hadapan saya sekaranh adalah Yudi yang sudah berusaha untuk menjadi lelaki banget, meski sesekali ia akui kadang-kadang kebiasaan 'melambainya' tetiba hadir secara spontan.
Sebelas tahun ia merantau ke negeri Jiran, kisah hidupnya cukup dramatik. Dari lisannya ia bercerita dengan penuh hikmah, atas segala ujian hidup yang harus ia jalani, masa lalunya yang sempat ia lalui masuk ke lembah hitam, bergaul dengan para LGBT, menjadi anggota sekaligus aktifis membuat dia kemudian sadar, bahwa hidup ini hanya sebentar. Karenanya, di akhir ia berpesan bahwa ia ikhlas atas semua ujian hidup ini, asal ia tidak di adzab kelak di akhirat nanti. Ya Robb... :'(
Meski tanpa kata, saya bisa rasakan bahwa ada kesungguhan dari tatap matanya yang berenergi, dari kemantapannya menyebut namanya Yudi. Tak seperti dulu, saat ia harus melotot dan mengedipkan matanya pada saya saat even-even besar tetiba saya 'keprucut' memanggilnya Yudi.
Doaku mengiringimu Yudi, semoga kau istiqomah untuk meraih cintaNya, hingga beroleh khusnul khotimah. Aamiin....
Lumajang yang beku, 2 Syawal 1437H
*Ditulis pada 10 Syawal 1437H, setiap perjumpaan sejatinya Allah hendak memberikan hikmah didalamnya, smg kita semua termasuk orang2 yg senantiasa berpikir.
Copas dari : FB bunda Novi  tanpa ijin :)

No comments

Powered by Blogger.